PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK
BUNGA RAMPAI PERJALANAN KEILMUAN
DARI PUBLIC ADMINISTRATION SAMPAI ke PUBLIC GOVERNANCE
Pendahuluan
Ilmu pengetahuan atau teori
merupakan buatan/temuan manusia manusia (Artifact).
Dari dasar itulah sangat wajar apabila suatu teori mengalami perubahan atau
penyempurnaan. Seperti halnya agama teori atau ilmu pengetahuan ditemukan di
massanya adalah untuk mengatasi masalah di massa itu juga.
Teori muncul dari analisa yang dilakukan pada kejadian-kejadian yang telah
berlangsung atau analisa yang dilakukan untuk menjawab kejadian yang telah
berlangsung. Perkembangan atau perubahan suatu teori biasanya disebabkan karena
ilmu atau teori yang ada dianggap sudah tidak relevan dan tidak bisa menjawab
keadaan masalah yang muncul dimasyarakat pada waktu tertentu. Perkembangan itu
biasa disebut sebagai paradigma. American Heritage Dictionary merumuskan
paradigma sebagai Serangkaian asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktek-praktek
yang diyakini oleh suatu komunitas dan menjadi cara pandang suatu
realitas ( A set of assumptions, concepts, and values, and practices that
constitutes a way of viewing reality for the community that shares them).
Sedangkan menurut Thomas Khun dalam bukunya yang berjudul ”The Structure of Scientific
Revolution” memaknai Paradigma adalah suatu cara
pandang , nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan
sesuatu masalah , yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Menurut
Thomas Kuhn , krisis akan timbul apabila suatu permasalahan yang dihadapi
masyarakat tidak dapat dijelaskan atau tidak dapat dipecahkan secara memuaskan
dengan menggunakan pendekatan suatu paradigma. Krisis ini akan mendorong suatu
“scientific revolution” di kalangan masyarakat ilmuwan untuk melakukan
penilaian atau pemikiran kembali paradigma yang ada dan mencoba menemukan
paradigma baru yang dapat memberikan penjelasan dan alternatif pemecahan yang
dihadapi secara lebih memuaskan. Administrasi Publik termasuk salah satu ilmu
sosial yang relative flexsibel dalam perkembangannnya.
Literatur di
Graduate School of Asia and
Pacific Studies University of Waseda, Tokyo-JAPAN 2008 menyebutkan :
Public
administrative culture is changing to be more flexible, innovative, problem solving, entrepreneurial, and
enterprising as opposed to rule-bound, process-oriented, and focused on inputs
rather than results.
Administrasi
public merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis dan telah mengalami perubahan
dan pembaharuan dari waktu ke waktu sesuai dengan tantangan yang dihadapi.
Paradigma yang muncul merupakan sudut pandang ahli tentang perananan dan
tantangan Administrasi Publik dalam menjawab masalah yang muncul. Walaupun
selalu muncul perdebatan dalam sebuah paradigm akan tetapi secara umum para
ahli menilai ada empat perkembangan paradigma administrasi public. Dalam
beberapa literature Administrasi Publik dari dalam maupun luar negeri secara
umum terdapat empat paradigma yang berkembang dalam Administrasi public
yaitu : Old Public Administration (OPA),
New Publlic Administration (NPA), New Public Management (NPM), New Public Services (NPS).
Old
Public Administration
Paradigma administrasi public dimulai dengan Old Publik Administration atau
administrasi publik lama[3].
Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan
sebutan Administrasi Negara Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan
paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara. Tokoh
paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu administrasi
negara Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of
Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of
Scientific Management”.
Dalam bukunya
”The Study of Administration”, Wilson berpendapat bahwa problem utama
yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas administrasi.
Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan
pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan meningkatkan profesionalisme
manajemen administrasi negara. Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk
melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional
dan non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat
atau birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara harus didasarkan
pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan
politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi.
Administrasi negara merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail dan
terperinci, karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik
menjadi bidangnya politisi.
Ide-ide yang
berkembang pada tahun 1900-an memperkuat paradigma dikotomi politik dan
administrasi, seperti karya Frank Goodnow ”Politic and Administration”. Karya
fenomenal lainnya adalah tulisan Frederick W.Taylor ”Principles of
Scientific Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen ilmiah
yang mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector swasta –Time
and Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara terbaik untuk
melaksanakan tugas tertentu. Manajemen ilmiah dimaksudkan untuk meningkatkan
output dengan menemukan metode produksi yang paling cepat, efisien, dan paling
tidak melelahkan.Jika ada cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas di
sector industri, tentunya ada juga cara sama untuk organisasi public. Wilson
berpendapat pada hakekatnya bidang administrasi adalah bidang bisnis, sehingga
metode yang berhasil di dunia bisnis dapat juga diterapkan untuk manajemen
sektor publik.
Termasuk
dalam kelompok pelopor teori klasik adalah Frederik W. Taylor meskipun latar
belakang pendidikan dan pekerjaannya adalah di bidang teknik, ia dikenal
sebagai "bapak manajemen ilmiah". Pemikirannya yang cemerlang mampu
mengembangkan suatu cara terbaik untuk metode kerja yang baru, menciptakan
standar kerja, menemukan orang yang tepat untuk suatu jenis pekerjaan tertentu
melalui proses seleksi dan menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja yang
terbaik bagi pekerja. Pelopor teori
klasik lainnya adalah Henry Fayol dan Gulick dan Urwick dengan konsep POSDCORB yang merupakan gambaran kegiatan utama dari para eksekutif di dalam organisasi
yang meliputi planning, organizing,
staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting yang melahirkan beberapa konsekuensi terhadap teori
administrasi, seperti dikotomi antara politik dan administrasi sebagai bagian
yang sentral dari proses administrasi.
Menurut beberapa literature, Max
Weber adalah tokoh administrasi negara klasik yang mengemukakan teorinya
mengenai birokrasi, namun terdapat perbedaan pandangan dalam hal ini. Terdapat
kritik terhadap konsep Max Weber, pertama dalam hubungan antara masyarakat dan
negara, implementasi birokrasi ditandai dengan intensitas per-UU-an dan kompleksitas
peraturan, kedua, struktur birokrasi dalam hubungannya dengan masyarakat
seringkali dikritisi sebagai penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus
menjadi penyebab jauhnya birokrasi dari rakyat. Peningkatan intensitas dianggap
memiliki resiko dimana apada akhirnya akan menyebabkan intervensi negara yang
akan menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat dan pada akhirnya menyebabkan
biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal.[4]
Teori administrasi publik klasik berkembang
dimulai pada abad 19 dikenal dengan istilah paradigma pertama [5] atau
paradigma dikotomi Politik administrasi dari tahun 1900-1926. Paradigma ini
mempermasalahkan mengenai dimana seharusnya administrasi negara itu berada,
dengan tokohnya Frank J. Goodnow dan Lenand D. White yang mengatakan bahwa
administrasi negara seharusnya berpusat pada birikrasi pemerintahan. Namun
menimbulkan persolana diantara kalangan akademisi dan praktisi mengenai
dikotomi politik-administrasi. Dijelaskan bahwa administrasi negara merupakan
sub bidang ilmu politik.
Administrasi negara mulai mendapat legitimasi
akademis pada tahun 1920-an dengan adanya ulasan dari Leonald White dengan
bukunya Introduction to the Study Public
Administration yang antara lain berisi; politik seharusnya tidak mengganggu
administrasi.
Pada tahun 1927-1937 muncul prinsip untuk
paradigma kedua yang mengembangkan prinsip-prinsip administrasi negara, bahwa
terdapat perkembangan baru dalam administrasi negara dan mencapai puncak
reputasinya. Sekitar tahun 1930-an administrasi negara banyakmendapat masukan
dari bidang lain seperti industrial dan pemerintahan. Bahwa administrasi negara
dapat menempati semua tatanan kehidupan. Tokoh pemikiran pada periode ini
antara lain Mary Parker Follet, Henry Fayol, Frederick W. Taylor (Principle of Scientific Management), Max
Weber yang memfokuskan pada pengaruh
manajemen terhadap administrasi negara.
Pada tahun 1937 merupakan puncak akhir paradigma kedua dengan tokoh Luther H.
Gulick dan Lyndall Urwick dalam tulisannya Paper
on the Science of Administration yang terkenal dengan konsep POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, Budgeting).
POSDCORB
adalah suatu istilah yang mencakup tanggung-jawab eksekutif atas suatu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penyusunan staf, koordinasi,
pelaporan, dan penganggaran [6].
Pada tahun-tahun berikutnya merupakan tantangan bagi
administrasi publik karena banyak konsep yang berusaha mengkritik konsep
administrasi publik yang dianggap ortodoks (Suharyanto, Hadriyanus, 2005).
Dalam adminitrasi model klasik, tugas kunci
dari pemerintahan adalah menyampaikan sejumlah pelayanan publik seperti
membangun dengan lebih baik, sekolah, rumah, saluran pembuangan serta menyediakan
kesejahteraan yang dapat diserahkan kepada aparat pemerintah dan politisi. Administrasi publik menunjukkan dominasinya
sebagai pemain utama, namun adanya sumber pembiayaan dari hasil pungutan pajak
masyarakat menjadikan penyelenggaraan administrasi publik menjadi tidak efisien
dan menjadi salah satu kritik teori
klasik administrasi publik.
Teori Neoklasik Administrasi Publik / New
Public Administration
Setelah konsep POSDCORB, pada tahun 1938 terbit buku karangan
Herbert Simon, Administrative Behavior
yang berisi jika menginginkan administrasi negara bekerja dengan keharmonisan
stimulasi intelektual. Tokoh lain adalah Fritz Morstein-Marx (Elements of Public Administration) yang
menerangkan bahwa administrasi dan politik bisa dikotomi. Fritz menunjukkan
adanya kesadaran baru mengenai administrasi yang ‘value free’ itu sebenarnya adalah value yang berat condongnya ke
politik (Suharyanto, Hadriyanus, 2005).
Fase paradigma ketiga dikenal dengan teori-teori neoklasik dari
administrasi negara maka yang menarik adalah pandangan Herbert Simon (1947)
diatas tentang Konsep Rasionalitas Murni (Pure Rationality) dan Rasionalitas
Terbatas (Bounded Rationality) pada
proses pengambilan keputusan di dalam organisasi.
Selain itu, paradigma
ketiga adalah penjelasan mengenai administrasi negara sebagai ilmu politik
yang berkembang pada tahun 1950-1970. Fase ini berusaha untuk menetapkan
kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik.
Tahun 1962 administrasi negara bukan lagi dianggap sebagai bagian dari ilmu
politik. Menurut Keban, Yeremias T. (2008)[7]
muncul paradigma baru yang tetap menganggap administrasi publik sebagai ilmu
politik dimana lokusnya adalah birokrasi pemerintahan. Pada akhirnya pada masa
ini administrasi mengalami krisi identitas karena ilmu politik dianggap
disiplin ilmu yang sangat dominan dalam administrasi publik.
Paradigma keempat pada periode 1956-1970 adalahmasa
administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Prinsip manajemen
dikembangkankembali secara ilmiah danmendalam seperti perilaku organisasi,
analisis manajemen, penerapan teknologi modern.
Pada masa ini terdapat dua jenis administrasi negara yaitu pengembangan
ilmu administrasi murni yang berdasarkan pengaruh psikologi sosial dan ilmu
administrasi yang menjelaskan mengenai public policy.
Sejumlah pengembangan dimasa ini seperti tahun
1960, Keith M. Henderson berpendapat bahwa teori organisasi seharusnya menjadi
fokus utama administrasi negara. Sehingga berkembang Organizational Develompent (OD) atau Pengembangan Organisasi secara
pesat sebagai spesialiasi dari ilmu administrasi.
Paradigma kelima berkembang sejak 1970 yang menempatkan
administrasi negara sebagai administrasi negara. Pengembangan administrasi
negara tidak hanya ditujukan pada locus administrasi negara sebagai ilmumurni
tetapi juga pengembangan teori organisasi. Perhatian pada teori organisasi
terutama ditujukan pada bagaimana dan mengapa organisasi bekerja, perilaku
individu dalam organisasi dan bagaimana keputusan diambil dalam organisasi. Dan
kemudian berkembang pula ilmu kebijaksanaan (policy science), politik ekonomi, proses kebijakan pemerintah dan
analisisnya dan cara pengukuran kebijakan.
Setelah perkembangan paradigma seperti diuraikan diatas dikemukan oleh
Nicholas Henry, pada tahun 1982 terdapat pendapat yang merinci beberapa aliran
dalam administrasi publik yaitu aliran proses administrasi yang meliputi aliran
empiris, pemgambilan keputusan, matematik dan aliran sistem administrasi
holistic yang terdiri dari aliran perilaku manusia, aliran analisis birokrasi,
aliran sistem sosial dan aliran integratif (Keban, Yeremias T, 2005).
Pada tahun 1992, terjadi pergeseran paradigm yang dikenal dengan post bureaucratic paradigm yang
dikemukan oleh Barzelay tahun 1992 dan oleh Armajani tahun 1997, paradigma ini
menekankan; hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan nilai, produk dan
keterikatan terhadap norma, mengutamakan misi, pelayananan dan hasil akhir
(outcome), menekankan pemberian hasil bagi masyarakat, membangun akuntabilitas
dan memperkuat hubungan kerja, pemahamamn dan penerapan norma-norma, identifikasi
dan pemecahan masalahs serta proses perbaikan yang berkesinambungan, memisahkan
pelayanan dan control, memperluas peilihan pelanggan, mengukur dan menganalisis
hasil dan memperkaya umpan balik (Keban, Yeremias T, 2005).
New Public Management
Adanya kritik mengenai teori-teori administrasi klasik dan neoklasik
menyebabkan adanya pembaharuan dalam penyelenggaraan administrasi publik
sehingga menyebabkan adanya perubahan dalam penyelenggaraan administrasi publik
yang kemudian memunculkan konsep baru dikenal dengan New Public Management.
Konsep ini pada awalnya ingin mengemukakan pandangan baru yang bisa
mencerahkan konsep ilmu administrasi. Khusus konsep New Public Management biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis
dan sektor privat. Inti dari konsep ini adalah untuk mentrasformasikan kinerja
yang selama ini dipergunakan dalam sektor privat dan bisnis ke sektor publik.
Slogan terkenal yag digunakan adalah mengatur dan mengendalikan pemerintahan
tidak jauh bedanya mengatur dan mengendalikan bisnis – run government like business. Lebih lanjut konsep ini meninjau
kembali peran administrator publik, peran dan sifat dari profesi administrasi
(Thoha, Miftah, 2005).
Selain kritik terhdap teori klasik, munculnya New Public Management (NPM) juga dipicu dengan adanya krisis negara
kesejahteraan di New Zeland, Australia, Inggris, Amerika yang kemudian didukung
adanya promosi dari IMF, Bank Dunia dan serikat persemakmuran dan kelompok
konsultan manajemen. Di negara-negara ini perkembangan yang terjadi di bidang
ekonomi, sosial, politik dan lingkungan administrasi secara bersama mendorong
terjadinya perubahan radikal dalam sistem manajemen dan administrasi publik.
Perubahan yang diinginkan adalan peningkatan cara pengelolaan pemerintahan
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar yang lebih efisien, efektif
(Kurniawan, Teguh).
Tema pokok NPM adalah menggunakan mekanisme pasar sebagai terminologi
sektor publik dengan cara para pimpinan dituntut untuk; berinovasi untuk
memperoleh hasil yang maksimal atau melakukan privatisasi terhadap fungsi
pemerintah; pemimpin melakukan streering,
membatasi terhadap pekerjaan atau fungsi mengendalikan, gaya pimpinan yang
memberikan arah yang strategis; menitikberatkan pada mekanisme pasar dalam
mengarahkan program publik; menghilangkan monopili pelayanan publik yang tidak
efisien yang dilakukan oleh instansi dan pejabat pemerintah; dalam birokrasi
publik diupayakan agar para pimpinan brokrasi meningkatkan produktivitas dan
menenukan alternative cara pelayanan publik berdasarkan perspektif ekonomi;
pimpinan didorong untuk memperbaiki dan mewujudkan akuntabilitas publik kepada
pelanggan, meningkatkan kinerja, melakukan restrukturisasi lembaga birokrasi
publik, merusmuskan kembali misi organisasi, melakukan streamlining pada proses dan prosedur birokrasi dan melakukan
desentralisasi proses pengambilan kebijakan.
Hal Ini dimaksudkan untuk melakukan kompetisi dalam unit kerja
pemerintahan baik secara internal maupun lintas sektor organisasi.
Dalam melakukan upaya perbaikan birokrasi, pada tahun 1992, David
Osborne dan Ted Gaeblet menerbitkan buku Reinventing
Government yang dilanjutkan dengan buku Banishing
Bureaucracy pada tahun 1997. Reinventing
Government merupakan salah satu aplikasi NPM yang pada hakikatnya adalah upaya untuk mentransformasikan jiwa dan
kinerja wiraswasta (entrepreneurship)
ke dalam birokrasi pemerintah. Jiwa entrepreneurship
menekankan pada upaya peningkatan sumber daya baik ekonomi, sosial, budaya,
politik yang dimiliki pemerintah untuk menjadi lebih produktif dan berproduksi
tinggi. Kinerja ini kemudian dikenal dengan mewirausahakan birokrasi pemerintah
yang menurut Osborne ada sepuluh prinsip yang harus dilakukan; pemerintah
bersifat katalis, pemerintah milik masyarakat, pemerintah kompetitif, pemerintah
berorientasi misi, pemerintah berorientasi pada hasil, pemerintah berorientasi
pelanggan, pemerintah berwiraswasta, pemerintah partisipatif, pemerintah
melakukan desentralisasi, pemerintah berorientasi pasar. Dengan melaksanakan
kesepuluh prinsip ini pemerintah dapat meningkatkan kinerjanya.
New Public Service
Setelah konsep dari
Denhardt dan Denhardt mengenai Old Public
Administration (teori klasik dan neoklasik) dan New Public Management, maka konsep yang ketiga adalah New Public
Service (NPS).
Secara umum alur pikir NPS menentang paradigma-paradigma sebelumnya (OPA
dan NPM). Dasar teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori tentang
demokrasi, dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi dan hak asasi warga
negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik merupakan hasil
dialog berbagai nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai seperti
keadilan, transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dalam pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan bahwa responsivitas
(tanggung jawab) birokrasi lebih diarahkan kepada warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen (constituent)
dan bukan pula pelanggan (customer).
Pemerintah dituntut untuk memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang
membayar pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, sebenarnya
warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer
yang perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka
adalah pemilik (owner) pemerintah
yang memberikan pelayanan tersebut.[8] Dalam pandangan New
Public Service, administrator publik wajib melibatkan masyarakat (sejak
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi) dalam pemerintahan dan
tugas-tugas pelayanan umum lainnya.Tujuannya adalah untuk menciptakan
pemerintahan yang lebih baik, sesuai dengan nilai-nilai dasar demokrasi, serta
mencegah potensi terjadinya korupsi birokrasi.
Ada tujuh prinsip NPS (Denhardt & Denhardt,
2000,2003, 2007) yang berbeda dari NPM dan OPA yaitu : Pertama; Peran utama dari pelayanan publik
adalah membantu masyarakat mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang
telah disepakati bersama, dari pada mencoba mengontrol atau mengendalikan
masyakat kearah yang baru. Kedua, administrasi publik harus menciptakan gagasan
kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut sebagai kepentingan
publik. Ketiga, kebijakan dan program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
publik dapat dicapai secara efektif dan responsive melalui upaya-upaya kolektif
dalam proses kolaboratif. Keempat, kepentingan publik lebih merupakan hasil
suatu dialog tentang nilai-nilai yang disetujui bersama dari pada agregasi
kepentingan pribadi para individu.Kelima, para pelayan publik harus memberi
perhatian tidak semata pada pasar, tetapi juga aspek hukum dan peraturan
perundang-undangan, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standard
professional dan kepentingan warga masyarakat. Keenam, organisasi publik dan
jaringan-jaringan yang terlibat akan lebih sukses dalam jangka panjang kalau
mereka beroperasi melalui proses
kolaborasi dan melalui kepemimpinan yang menghargain semua orang, dan Ketujuh
kepentingan publik lebih dikembangkan oleh pelayan-pelayan publik dan warga
masyarakat, dari pada oleh manager wirausaha
yang bertindak seakan-akan uang milik mereka.
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
Aspek
|
Old Public Administration
|
New Public Management
|
New Public Service
|
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
|
Teori politik
|
Teori ekonomi
|
Teori demokrasi
|
Konsep kepentingan publik
|
Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan diekspresikan dalam
aturan hukum
|
Kepentingan publik mewakili agregasi
kepentingan individu
|
Kepentingan publik adalah hasil dialog
berbagai nilai
|
Responsivitas birokrasi publik
|
Clients dan constituent
|
Customer
|
Citizen’s
|
Peran pemerintah
|
Rowing
|
Steering
|
Serving
|
Akuntabilitas
|
Hierarki administratif dengan jenjang yang tegas
|
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
|
Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik,
standar profesional
|
Struktur organisasi
|
Birokratik yang ditandai dengan otoritas top-down
|
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
|
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan
eksternal
|
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator
|
Gaji dan keuntungan, proteksi
|
Semangat entrepreneur
|
Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat
|
Sumber: Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29).
Administrasi
Publik Berorientasi pada Governance
Perkembangan administrasi
publik dari dulu sampai sekarang terus mengalami perubahan seiring dengan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perubahan terutama terjadi
pada pemyelenggaraan admininstrasi publik oleh pemerintahan, ketika tugas
pemerintah makin meningkat dan kekuasasan pemerintah makin luas, maka
penyelenggaraan administrasi publikpun ikut berubah dalam birokrasi pemerintah.
Administrasi publik
sangat perhatian terhadap terwujudnya tata kepememerintahan yang baik dan
amanah. Tata pemerintahan yang baik (good
gonernance) diwujudkan dengan lahirnya tatanan kepemerintahan yang
demokratis dan diselenggarakan secara baik, bersih, trasnparan dan berwibawa.
Tata pemerintahan yang demokratis menekankan bahwa lokus dan focus kekuasaan
tidak hanya berada di pemerintahan saja, melainkan beralih terpusat pada tangan
rakyat. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik terletak pada konstelasi
antara tiga komponen rakyat, pemerintah dan pengusaha yang berjalan secara
kohesif, selaras, kongruen dan sebanding (Thoha, Miftah, 2005).
Dalam perkembangan
keilmuan, administrasi senagai governance
menjadi sangat powerfull dalam
menjelaskan masalah kontemporer. Administrasi publik tidak lagi dibatasi oleh
birokrasi dan lembaga pemerintah tetapi mencakup semua bentuk organisasi, terutama
dalam penyusunan kebijakan publik. Keterlibatan lembaga non pemerintah dalam
implementasi kebijakan juga harus diakui. Dan ilmu administrasi sebagai governance menempatkan proses kebijakan
sebagai pusat perhatian utama dan digunakan untuk mengkaji bagaimana kekuasaan
adminitratif, politik dan ekonomi digunakan untuk merespon masalah dan
kepentingan publik.
Sejauh
ini pemahaman mengenai governance berbeda-beda,
tergantung pemahamamn masing-masing. Terdapat beberapa dimensi penting dari governance; dari dimensi pertama adalah kelembagaan bahwa sistem administrasi
melibatkan banyak pelaku. Sehingga konsep jejaring, kemitraan, koprovisi dan
koproduksi menjadi bentuk pengaturan yang lazim digunakan dalam birokrasi.
Dimensi kedua adalah nilai yang menjadi dasar kekuasaan dengan mewujudkan
administrasi publik yang efisien dan efektive. Kemudian dikembangkan democratic governance dengan melibatkan
partisipasi, kesetaraan, manajemen berbasis consensus, informalitas, dan
kontrak sosial perlu diunakan lagi. Dimensi ketiga adalah dimensi proses, yang
menjelaskan bagaimana berbagai unsur dan lembaga memberikan respon terhadap
berbagai masalah publik.
Berikut adalah pola hubungan interaksi stake holder pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
Daftar
Pustaka
Dwiyanto, Agus. 2006. Reorientasi
Ilmu Administrasi Publik: Dari Government ke Governance (Kumpulan Tulisan dalam
buku Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik). Gama press.
Yogyakarta.
Erwan Agus Purwanto.2005.“Pelayanan Publik Partisipatif ”, Mewujudkan Good Governance melalui
Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Frederickson, H, G. 1997. The Spirit of Public Administration. Jossey-Bass Inc. California.
Kencana, Inu Syafiie dkk.1999. Ilmu Administrasi Publik.Rineka Cipta. Jakarta.
Keban,T. Yeremias. 2008.Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik :
Konsep,Reori dan Isu. Gava Media. Yogyakarta
Nicholas Henry.1995.Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition), Englewood
Cliffs, New Jersey.
Osborne, D.,and Gabler, T. 1992. Reinventing Government. Reading, Mass.
Addison-Wessley.
Suharyanto, Hadriyanus. 2005. Administrasi Publik: Entrepreneurship,
Kemitraan, Dan Reinventing Government. Cetakan Pertama.Media Wacana.
Yogyakarta.
Thoha, Miftah .2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta.
__________. 2002. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta
Utomo Warsito .2006. Administrasi Publik Baru Indonesia : perubahan padadigma dari
administrasi Negara ke administrasi public. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Pengantar
Administrasi dalam
2 Juni 2015