PENDAHULUAN
Pada saat modern
seperti sekarang ini pemenuhan kebutuhan masyarakat semakin meningkat dan
menimbulkan persoalan bagaimana cara memenuhi kebutuhan masyarakat. Persoalan
tersebut akan mengakumulasi tidak hanya menjadi persoalan masyarakat, bahkan
mengkristal menjadi persoalan negara/publik. Sesuai dengan tujuan dibentuknya
Negara yang dikemukakan oleh Karl Marx yaitu Negara dibentuk untuk
mengakomodasi dan mengatur kepentingan masyarakat yang ada di dalam suatu
wilayah dan ada distribusi yang merata antar individu dalam suatu wilayah.
Istilah
publik sering dipahami oleh orang
awam sebagai masyarakat atau persoalan/problematika yang ada dalam dan/ atau di
seputar masyarakat. Pada gradasi/tingkatan menyangkut hajat hidup orang banyak
dan pelayanan masyarakat, maka kata publik diartikan sebagai
negara/pemerintahan (state/government). Menurut Hadriyanus Suharyanto (2005) publik mempunyai tiga pengertian yaitu:
pertama, state dengan pengertian
negara atau government dengan
pengertian pemerintah; kedua, public
interest atau kepentingan-kepentingan masyarakat; dan yang ketiga adalah social affairs atau persoalan-persoalan
yang ada di masyarakat. Dengan pengertian tersebut, ruang lingkup administrasi
publik meliputi organisasi, manajemen, komunikasi/informasi,
financial/keuangan, personalia/kepegawaian, logistik/perbekalan, tata usaha,
human relation/relasi publik.
Dalam teori
administrasi publik, sejumlah pendekatan alternatif dalam membedakan organisasi
publik dan swasta dibedakan. Menurut Rainey (1997), Bozeman dan Bretschneider
(1994), dan Scott dan Falcone (1998), kita dapat membangun lima pendekatan yang
berbeda:
1. Pendekatan
umum, yang mengasumsikan bahwa organisasi publik dan swasta
tidak berbeda secara signifikan. Perwakilan paling terkenal dari Pendekatan umum adalah Herbert Simon (1948/1997). Simon menulis bahwa organisasi publik dan swasta harus dipelajari secara bersama, bukan karena organisasi publik dan swasta yang serupa tetapi karena suatu organisasi harus dipelajari sebagai fenomena sosial yang berbeda (lihat juga Rainey, 1997). Argumen ini juga didukung oleh pertimbangan empiris: "Sementara kesamaan antara organisasi pemerintah dan non-pemerintah lebih besar pada umumnya, beberapa perbedaan tetap ada.
tidak berbeda secara signifikan. Perwakilan paling terkenal dari Pendekatan umum adalah Herbert Simon (1948/1997). Simon menulis bahwa organisasi publik dan swasta harus dipelajari secara bersama, bukan karena organisasi publik dan swasta yang serupa tetapi karena suatu organisasi harus dipelajari sebagai fenomena sosial yang berbeda (lihat juga Rainey, 1997). Argumen ini juga didukung oleh pertimbangan empiris: "Sementara kesamaan antara organisasi pemerintah dan non-pemerintah lebih besar pada umumnya, beberapa perbedaan tetap ada.
2. Inti pendekatan ekonomi, yang
merupakan pendekatan yang dominan untuk organisasi publik. Pandangan ini
didasarkan pada perbedaan antara negara dan pasar, yang tampil sebagai realita
dimana barang-barang ekonomi diproduksi. Pendekatan inti ekonomi tampaknya
menjadi pendekatan standar dalam literatur, dan itu memerlukan pandangan bahwa
ada perbedaan penting antara organisasi publik dan swasta -atau organisasi negara dan pasar yang berdasarkan perbedaan dalam
aset ekonomi, misalnya, kinerja, manajemen,
dan struktur. Pada gilirannya, aset ini didasarkan pada modus produksi. Organisasi publik dan swasta yang
terlibat dalam produksi barang, dan status publik atau swasta organisasi
tersebut diperkirakan membuat perbedaan dalam cara produksi.
3. Inti Pendekatan politik, yang
mengklaim bahwa organisasi publik memiliki pengaruh politik dan karenanya harus
ditangani sebagai entitas politik. Berbagai penulis mengklaim bahwa dampak
politik organisasi publik harus dipandang sebagai perbedaan utama antara publik
dan organisasi swasta. Dengan kata lain, organisasi publik mempengaruhi cara
kebijakan yang dibuat dan diundangkan. Ini berarti bahwa organisasi publik
harus dinilai juga sebagai lembaga politik.
4.
Pendekatan normatif, yang merupakan perluasan dari inti Pendekatan politik.
Berbeda dengan pendekatan politik, pendekatan normatif tidak netral mengamati
peran politik dari organisasi publik, tetapi menekankan peran dan mencoba untuk
memanfaatkannya untuk memenuhi "kepentingan umum." Pendekatan
normatif berkeinginan untuk sengaja menggunakan aspek politik organisasi
publik. Organisasi publik tidak hanya harus menghasilkan barang dan jasa,
tetapi juga harus bekerja atas nama "kepentingan publik", yang
dipahami sebagai gagasan yang luas dan normatif.
5. Pendekatan
dimensi, yang mempekerjakan kedua pendekatan politik
dan pendekatan ekonomi.
dan pendekatan ekonomi.
Dua Versi dari Publicness
Administrasi Publik
Ada dua versi
konseptual untuk menjelaskan konsep publik dari administrasi publik. Versi
tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Versi
ilmu ekonomi yang mengaitkan makna publik dalam organisasi publik dengan makna
publik dalam barang publik.
2. Versi
ilmu politik yang mengaitkan makna publik dalam organisasi publik dengan makna
publik dalam kepentingan publik.
Kedua versi tersebut
bertentangan dengan tujuan artikel ini yang ingin menemukan gambaran konsisten
dari makna publik dalam administrasi publik. Ada tiga kemungkinan yang
berkaitan dengan konsistensi kedua versi dalam menjelaskan makna publik.
Kemungkinan pertama, kedua versi dibentuk dari konsep yang sama untuk menyusun
sebuah kerangka kerja konseptual yang konsisten untuk makna publik dalam
administrasi publik. Kedua, kedua versi tersebut pada hakekatnya memang
berbeda, tetapi salah satunya relevan dan
memberikan makna publik dalam administrasi publik secara nyata. Ketiga,
versi tersebut dapat menjadi pendekatan secara luas sebagai keterangan makna
publik dalam administrasi publik yang paling tepat karena versi tersebut
mendefinisikan makna publik dalam administrasi publik sebagai konsep yang
terpisah dan berbeda sehingga tidak bisa digabungkan.
Udo Pesch menyatakan
bahwa makna publik merupakan makna
gabungan yang dilihat dari perspektif ilmu ekonomi dan ilmu politik, yang
mengaitkan publik dalam organisasi publik dengan makna publik dalam barang
publik dan kepentingan publik. Menurut saya, administrasi publik sebagai studi
yang menekankan pada publicness harus
mempunyai fokus perhatian pada pelayanan barang dan jasa publik; tidak dalam
manajemen, tetapi lebih ditekankan pada hakekat publiknya. Administrasi publik
diarahkan untuk menyelenggarakan kegiatannya yang mengingkari motif mencari
keuntungan, berorientasi pada pengembangan administrasi publik yang demokratis
dan pengembangan manajemen yang partisipatif (bukan hierarkhis).
Seperti tersebut diatas bahwa Udo Pesch menyatakan bahwa makna
publik merupakan makna gabungan yang
dilihat dari perspektif ilmu ekonomi dan ilmu politik, menurut saya hal ini kurang sesuai dengan
konsep/pemikiran awal dari ilmuwan penemu ilmu administrasi publik yang
menyatakan bahwa administrasi publik adalah sebuah disiplin ilmu yang terutama
mengkaji cara-cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai politik. Hal tersebut
sejalan dengan gagasan awal Woodrow Wilson (1887) yang dianggap sebagai orang
yang membidani lahirnya ilmu administrasi publik modern di Amerika Serikat. Ia
mengemukakan bahwa disiplin administrasi publik merupakan produk perkembangan
ilmu politik, namun Wilson mengusulkan adanya pemisahan disiplin administrasi
dari ilmu politik. Gagasan ini kemudian dikenal sebagai dikotomi politik-administrasi.
Ilmu administrasi publik, menurut Wilson, berkaitan dengan dua hal utama,
yaitu:
1.
What government can properly and successfully do?
2.
How it can do these proper things with the utmost
possible efficiency and at the least possible cost either of money or of
energy?
Bahkan pada paradigma terakhir dari
teori administrasi publik yang oleh Denhardt dan Denhardt dinamai New Public Service, dengan karakteristik dimana pemerintahan dijalankan
tidak seperti bisnis melainkan dalam nuansa demokrasi. Karakteristik yang lain
adalah adanya penghargaan terhadap martabat manusia dalam pelayanan publik,
para administrator lebih banyak mendengarkan dari pada memberi petunjuk serta
lebih banyak melayani dari pada mengarahkan, warga negara dilibatkan bahkan
didorong untuk wajib terlibat dalam proses pemerintahan serta para warga
bekerja sama untuk mendefinisikan dan mengatasi masalah bersama dengan jalan
kooperatif yang saling menguntungkan. Saya menambahkan bagaimana
mengukur publicness dari sektor
public yang belum tercantum dalam artikel Pesch. Untuk mengukur publicness di sektor publik, Haque
(2001) dalam Chairul Iman (2008) menjabarkan lima kriteria spesifik, yaitu:
1) Dalam
bidang administrasi publik, kriteria tradisional yang umum digunakan adalah
perbedaan publik dan swasta. Walaupun batasan perbedaan yang semakin pudar
antar entitas, publicness dari
pelayanan publik dibedakan dari sifat pelayanan yang unik seperti persamaan hak
dan kewajiban, keterbukaan, sifat kompleksitas dan monopolistik, serta dampak
sosial yang luas dan jangka panjang. Oleh karena itu, publicness dari pelayanan publik dapat diragukan jika sifat-sifat
tersebut tersingkirkan dengan prinsip manajemen bisnis.
2) Publicness
juga tergantung dengan demografi penerima pelayanan, dengan kata lain,
tergantung dari banyaknya masyarakat yang dilayani. Walaupun demikian,
komposisi ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti jangkauan kepemilikan
publik (semakin luas kepemilikan publik, maka publicness semakin tinggi) dan
sifat kewarganegaraan. Kedua jangkauan ini penting untuk publicness karena, bahkan dalam sistem demokrasi yang sempurna,
hanya dengan keberadaan interest group tidak menjamin mereka dapat
mengekspresikan masalah yang dirasakan kaum marjinal.
3) Salah
satu faktor penting yaitu peran yang dijalankan publicness di masyarakat. Bahkan, salah satu fitur utama dari public goods adalah efektifitas atau
jangkauan dampak sosial yang luas.
4) Standar
umum publicness adalah sejauh mana
publicness tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan akuntabilitas publik.
5) Ukuran
sentral dari publicness adalah
kepercayaan publik pada kredibilitas, kepemimpinan, dan kecepatan respon dari
pelayanan publik dalam melayani masyarakat.
Teori-teori
yang disajikan dalam artikel Udo Pesch oleh Wamsley dan Zald (1973) dan oleh
Bozeman (1987) sudah lama dan terdapat kesan ada beberapa hal yang sudah tidak
relevan. Sebaiknya teori-teori yang digunakan harus lebih dikembangkan lagi
dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru administrasi publik, seperti
privatisasi, pemerintah kewirausahaan, dan globalisasi.
KESIMPULAN
Udo Pesch secara umum
menyimpulkan bahwa administrasi publik tidak mengacu pada satu versi publicness/keumuman tetapi pada dua
versi yang telah disebutkan. Kesimpulan ini berarti bahwa ada ambiguitas (makna
ganda) yang mendasar dan sangat besar dalam keumuman administrasi publik yang
menghalangi perkembangan kerangka konseptual yang konsisten dan sama.
Administrasi publik dan juga teori administrasi publik diwariskan dari dua
konseptualisasi keumuman yang berbeda bahkan saling berlawanan. Mengatasi
identitas ambigu dalam teori administrasi publik jelas berarti bahwa pendekatan
dimensi untuk perbedaan antara organisasi publik dan swasta harus diterapkan. Harus
ada pembatasan yang jelas antara administrasi public dengan privat. Apabila
administrasi public tidak dibedakan dengan sifat-sifat swasta maka fungsi dari
birokrasi juga akan bias dan mengakibatkan money
oriented dilakukan oleh birokrat. Siapa yang
mempunyai uang itu yang akan dilayani sesuai dengan prinsip ekonomi secara
umum. Ranah administrasi public harus jelas membedakan antara organisasi public
dengan organisasi swasta agar visi misi dibentuknya negara tidak menjadi bias
dengan pembentukan suatu perusahaan.
REFERENSI
Denhardt,
Janet V. and Denhardt, Robert B., 2007. The New Public Service, Serving Not
Steering, Expanded Edition. Armonk, New York, London,
England: M.E.Sharpe.
Iman,
Chairul. 2008. Evaluasi Strategi
Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada Laporan Keuangan Pemerintah
Menggunakan Model Kebutuhan Dasar. Skripsi. Universitas Indonesia.
Suharyanto, Handriyanus.
2005. Administrasi Publik:
Entrepreeurship, Kemitraan, dan Reinventing Government. Media Wacana,
Yogyakarta.
Wilson, Woodrow. 1887.
The Study of Administration. The Academy of Political Science.
No comments:
Post a Comment