Wednesday, January 18, 2017

REVIEW JURNAL : The Publicness of Public Administration, Udo Pesch Administration & Society 2008



PENDAHULUAN
Pada saat modern seperti sekarang ini pemenuhan kebutuhan masyarakat semakin meningkat dan menimbulkan persoalan bagaimana cara memenuhi kebutuhan masyarakat. Persoalan tersebut akan mengakumulasi tidak hanya menjadi persoalan masyarakat, bahkan mengkristal menjadi persoalan negara/publik. Sesuai dengan tujuan dibentuknya Negara yang dikemukakan oleh Karl Marx yaitu Negara dibentuk untuk mengakomodasi dan mengatur kepentingan masyarakat yang ada di dalam suatu wilayah dan ada distribusi yang merata antar individu dalam suatu wilayah.
            Istilah publik sering dipahami oleh orang awam sebagai masyarakat atau persoalan/problematika yang ada dalam dan/ atau di seputar masyarakat. Pada gradasi/tingkatan menyangkut hajat hidup orang banyak dan pelayanan masyarakat, maka kata publik diartikan sebagai negara/pemerintahan (state/government). Menurut Hadriyanus Suharyanto (2005) publik mempunyai tiga pengertian yaitu: pertama, state dengan pengertian negara atau government dengan pengertian pemerintah; kedua, public interest atau kepentingan-kepentingan masyarakat; dan yang ketiga adalah social affairs atau persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Dengan pengertian tersebut, ruang lingkup administrasi publik meliputi organisasi, manajemen, komunikasi/informasi, financial/keuangan, personalia/kepegawaian, logistik/perbekalan, tata usaha, human relation/relasi publik.
Dalam teori administrasi publik, sejumlah pendekatan alternatif dalam membedakan organisasi publik dan swasta dibedakan. Menurut Rainey (1997), Bozeman dan Bretschneider (1994), dan Scott dan Falcone (1998), kita dapat membangun lima pendekatan yang berbeda:
1.      Pendekatan umum, yang mengasumsikan bahwa organisasi publik dan swasta
tidak berbeda secara signifikan. Perwakilan paling terkenal dari Pendekatan umum adalah Herbert Simon (1948/1997). Simon menulis bahwa organisasi publik dan swasta harus dipelajari secara bersama, bukan karena organisasi publik dan swasta yang serupa tetapi karena suatu organisasi harus dipelajari sebagai fenomena sosial yang berbeda (lihat juga Rainey, 1997). Argumen ini juga didukung oleh pertimbangan empiris: "Sementara kesamaan antara organisasi pemerintah dan non-pemerintah lebih besar pada umumnya, beberapa perbedaan tetap ada.
2. Inti pendekatan ekonomi, yang merupakan pendekatan yang dominan untuk organisasi publik. Pandangan ini didasarkan pada perbedaan antara negara dan pasar, yang tampil sebagai realita dimana barang-barang ekonomi diproduksi. Pendekatan inti ekonomi tampaknya menjadi pendekatan standar dalam literatur, dan itu memerlukan pandangan bahwa ada perbedaan penting antara organisasi publik dan swasta -atau organisasi negara dan pasar yang berdasarkan perbedaan dalam aset ekonomi, misalnya, kinerja, manajemen, dan struktur. Pada gilirannya, aset ini didasarkan pada modus produksi. Organisasi publik dan swasta yang terlibat dalam produksi barang, dan status publik atau swasta organisasi tersebut diperkirakan membuat perbedaan dalam cara produksi.
3. Inti Pendekatan politik, yang mengklaim bahwa organisasi publik memiliki pengaruh politik dan karenanya harus ditangani sebagai entitas politik. Berbagai penulis mengklaim bahwa dampak politik organisasi publik harus dipandang sebagai perbedaan utama antara publik dan organisasi swasta. Dengan kata lain, organisasi publik mempengaruhi cara kebijakan yang dibuat dan diundangkan. Ini berarti bahwa organisasi publik harus dinilai juga sebagai lembaga politik.
4. Pendekatan normatif, yang merupakan perluasan dari inti Pendekatan politik. Berbeda dengan pendekatan politik, pendekatan normatif tidak netral mengamati peran politik dari organisasi publik, tetapi menekankan peran dan mencoba untuk memanfaatkannya untuk memenuhi "kepentingan umum." Pendekatan normatif berkeinginan untuk sengaja menggunakan aspek politik organisasi publik. Organisasi publik tidak hanya harus menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga harus bekerja atas nama "kepentingan publik", yang dipahami sebagai gagasan yang luas dan normatif.
5.  Pendekatan dimensi, yang mempekerjakan kedua pendekatan politik
dan pendekatan ekonomi.
Dua Versi dari Publicness Administrasi Publik
Ada dua versi konseptual untuk menjelaskan konsep publik dari administrasi publik. Versi tersebut dapat dibagi menjadi:
1.    Versi ilmu ekonomi yang mengaitkan makna publik dalam organisasi publik dengan makna publik dalam barang publik.
2.    Versi ilmu politik yang mengaitkan makna publik dalam organisasi publik dengan makna publik dalam kepentingan publik.
Kedua versi tersebut bertentangan dengan tujuan artikel ini yang ingin menemukan gambaran konsisten dari makna publik dalam administrasi publik. Ada tiga kemungkinan yang berkaitan dengan konsistensi kedua versi dalam menjelaskan makna publik. Kemungkinan pertama, kedua versi dibentuk dari konsep yang sama untuk menyusun sebuah kerangka kerja konseptual yang konsisten untuk makna publik dalam administrasi publik. Kedua, kedua versi tersebut pada hakekatnya memang berbeda, tetapi salah satunya relevan dan  memberikan makna publik dalam administrasi publik secara nyata. Ketiga, versi tersebut dapat menjadi pendekatan secara luas sebagai keterangan makna publik dalam administrasi publik yang paling tepat karena versi tersebut mendefinisikan makna publik dalam administrasi publik sebagai konsep yang terpisah dan berbeda sehingga tidak bisa digabungkan.
Udo Pesch menyatakan bahwa makna publik merupakan makna gabungan yang dilihat dari perspektif ilmu ekonomi dan ilmu politik, yang mengaitkan publik dalam organisasi publik dengan makna publik dalam barang publik dan kepentingan publik. Menurut saya, administrasi publik sebagai studi yang menekankan pada publicness harus mempunyai fokus perhatian pada pelayanan barang dan jasa publik; tidak dalam manajemen, tetapi lebih ditekankan pada hakekat publiknya. Administrasi publik diarahkan untuk menyelenggarakan kegiatannya yang mengingkari motif mencari keuntungan, berorientasi pada pengembangan administrasi publik yang demokratis dan pengembangan manajemen yang partisipatif (bukan hierarkhis).
Seperti tersebut diatas bahwa Udo Pesch menyatakan bahwa makna publik merupakan makna gabungan yang dilihat dari perspektif ilmu ekonomi dan ilmu politik, menurut saya hal ini kurang sesuai dengan konsep/pemikiran awal dari ilmuwan penemu ilmu administrasi publik yang menyatakan bahwa administrasi publik adalah sebuah disiplin ilmu yang terutama mengkaji cara-cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai politik. Hal tersebut sejalan dengan gagasan awal Woodrow Wilson (1887) yang dianggap sebagai orang yang membidani lahirnya ilmu administrasi publik modern di Amerika Serikat. Ia mengemukakan bahwa disiplin administrasi publik merupakan produk perkembangan ilmu politik, namun Wilson mengusulkan adanya pemisahan disiplin administrasi dari ilmu politik. Gagasan ini kemudian dikenal sebagai dikotomi politik-administrasi. Ilmu administrasi publik, menurut Wilson, berkaitan dengan dua hal utama, yaitu:
1.      What government can properly and successfully do?
2.      How it can do these proper things with the utmost possible efficiency and at the least possible cost either of money or of energy?
            Bahkan pada paradigma terakhir dari teori administrasi publik yang oleh Denhardt dan Denhardt dinamai  New Public Service, dengan  karakteristik dimana pemerintahan dijalankan tidak seperti bisnis melainkan dalam nuansa demokrasi. Karakteristik yang lain adalah adanya penghargaan terhadap martabat manusia dalam pelayanan publik, para administrator lebih banyak mendengarkan dari pada memberi petunjuk serta lebih banyak melayani dari pada mengarahkan, warga negara dilibatkan bahkan didorong untuk wajib terlibat dalam proses pemerintahan serta para warga bekerja sama untuk mendefinisikan dan mengatasi masalah bersama dengan jalan kooperatif  yang saling menguntungkan. Saya menambahkan bagaimana mengukur publicness dari sektor public yang belum tercantum dalam artikel Pesch. Untuk mengukur publicness di sektor publik, Haque (2001) dalam Chairul Iman (2008) menjabarkan lima kriteria spesifik, yaitu:
1)      Dalam bidang administrasi publik, kriteria tradisional yang umum digunakan adalah perbedaan publik dan swasta. Walaupun batasan perbedaan yang semakin pudar antar entitas, publicness dari pelayanan publik dibedakan dari sifat pelayanan yang unik seperti persamaan hak dan kewajiban, keterbukaan, sifat kompleksitas dan monopolistik, serta dampak sosial yang luas dan jangka panjang. Oleh karena itu, publicness dari pelayanan publik dapat diragukan jika sifat-sifat tersebut tersingkirkan dengan prinsip manajemen bisnis.
2)      Publicness juga tergantung dengan demografi penerima pelayanan, dengan kata lain, tergantung dari banyaknya masyarakat yang dilayani. Walaupun demikian, komposisi ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti jangkauan kepemilikan publik (semakin luas kepemilikan publik, maka publicness semakin tinggi) dan sifat kewarganegaraan. Kedua jangkauan ini penting untuk publicness karena, bahkan dalam sistem demokrasi yang sempurna, hanya dengan keberadaan interest group tidak menjamin mereka dapat mengekspresikan masalah yang dirasakan kaum marjinal.
3)      Salah satu faktor penting yaitu peran yang dijalankan publicness di masyarakat. Bahkan, salah satu fitur utama dari public goods adalah efektifitas atau jangkauan dampak sosial yang luas.
4)      Standar umum publicness adalah sejauh mana publicness tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan akuntabilitas publik.
5)      Ukuran sentral dari publicness adalah kepercayaan publik pada kredibilitas, kepemimpinan, dan kecepatan respon dari pelayanan publik dalam melayani masyarakat.
Teori-teori yang disajikan dalam artikel Udo Pesch oleh Wamsley dan Zald (1973) dan oleh Bozeman (1987) sudah lama dan terdapat kesan ada beberapa hal yang sudah tidak relevan. Sebaiknya teori-teori yang digunakan harus lebih dikembangkan lagi dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru administrasi publik, seperti privatisasi, pemerintah kewirausahaan, dan globalisasi.
KESIMPULAN
Udo Pesch secara umum menyimpulkan bahwa administrasi publik tidak mengacu pada satu versi publicness/keumuman tetapi pada dua versi yang telah disebutkan. Kesimpulan ini berarti bahwa ada ambiguitas (makna ganda) yang mendasar dan sangat besar dalam keumuman administrasi publik yang menghalangi perkembangan kerangka konseptual yang konsisten dan sama. Administrasi publik dan juga teori administrasi publik diwariskan dari dua konseptualisasi keumuman yang berbeda bahkan saling berlawanan. Mengatasi identitas ambigu dalam teori administrasi publik jelas berarti bahwa pendekatan dimensi untuk perbedaan antara organisasi publik dan swasta harus diterapkan. Harus ada pembatasan yang jelas antara administrasi public dengan privat. Apabila administrasi public tidak dibedakan dengan sifat-sifat swasta maka fungsi dari birokrasi juga akan bias dan mengakibatkan money oriented dilakukan oleh birokrat. Siapa yang mempunyai uang itu yang akan dilayani sesuai dengan prinsip ekonomi secara umum. Ranah administrasi public harus jelas membedakan antara organisasi public dengan organisasi swasta agar visi misi dibentuknya negara tidak menjadi bias dengan pembentukan suatu perusahaan.

REFERENSI
Denhardt, Janet V.  and Denhardt, Robert B., 2007. The New Public Service, Serving Not Steering, Expanded Edition. Armonk, New York, London, England: M.E.Sharpe.

Iman, Chairul. 2008. Evaluasi Strategi Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada Laporan Keuangan Pemerintah Menggunakan Model Kebutuhan Dasar. Skripsi. Universitas Indonesia.

Suharyanto, Handriyanus. 2005. Administrasi Publik: Entrepreeurship, Kemitraan, dan Reinventing Government. Media Wacana, Yogyakarta.

Wilson, Woodrow. 1887. The Study of Administration. The Academy of Political Science.

[1] Demokratisasi Politik dan Reformasi Administrasi Publik. http://home.unpar.ac.id



No comments:

Post a Comment