Wednesday, January 18, 2017

PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK BUNGA RAMPAI PERJALANAN KEILMUAN DARI PUBLIC ADMINISTRATION SAMPAI ke PUBLIC GOVERNANCE

PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK
BUNGA RAMPAI PERJALANAN KEILMUAN DARI PUBLIC ADMINISTRATION SAMPAI ke PUBLIC GOVERNANCE
Pendahuluan
            Ilmu pengetahuan atau teori merupakan buatan/temuan manusia manusia (Artifact). Dari dasar itulah sangat wajar apabila suatu teori mengalami perubahan atau penyempurnaan. Seperti halnya agama teori atau ilmu pengetahuan ditemukan di massanya adalah untuk mengatasi masalah di massa itu juga[1]. Teori muncul dari analisa yang dilakukan pada kejadian-kejadian yang telah berlangsung atau analisa yang dilakukan untuk menjawab kejadian yang telah berlangsung. Perkembangan atau perubahan suatu teori biasanya disebabkan karena ilmu atau teori yang ada dianggap sudah tidak relevan dan tidak bisa menjawab keadaan masalah yang muncul dimasyarakat pada waktu tertentu. Perkembangan itu biasa disebut sebagai paradigma. American Heritage Dictionary merumuskan paradigma sebagai Serangkaian asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang diyakini oleh suatu komunitas dan menjadi cara  pandang suatu realitas ( A set of assumptions, concepts, and values, and practices that constitutes a way of viewing reality for the community that shares them). Sedangkan menurut Thomas Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution memaknai Paradigma adalah suatu cara pandang , nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan sesuatu masalah , yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada masa tertentu.
Menurut Thomas Kuhn , krisis akan timbul apabila suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat tidak dapat dijelaskan atau tidak dapat dipecahkan secara memuaskan dengan menggunakan pendekatan suatu paradigma. Krisis ini akan mendorong suatu “scientific revolution” di kalangan masyarakat ilmuwan untuk melakukan penilaian atau pemikiran kembali paradigma yang ada dan mencoba menemukan paradigma baru yang dapat memberikan penjelasan dan alternatif pemecahan yang dihadapi secara lebih memuaskan. Administrasi Publik termasuk salah satu ilmu sosial yang relative flexsibel dalam perkembangannnya.
 Literatur di  Graduate School of Asia and Pacific Studies University of Waseda, Tokyo-JAPAN 2008 menyebutkan :
Public administrative culture is changing to be more flexible, innovative, problem solving, entrepreneurial, and enterprising as opposed to rule-bound, process-oriented, and focused on inputs rather than results.
Administrasi public merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis dan telah mengalami perubahan dan pembaharuan dari waktu ke waktu sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Paradigma yang muncul merupakan sudut pandang ahli tentang perananan dan tantangan Administrasi Publik dalam menjawab masalah yang muncul. Walaupun selalu muncul perdebatan dalam sebuah paradigm akan tetapi secara umum para ahli menilai ada empat perkembangan paradigma administrasi public. Dalam beberapa literature Administrasi Publik dari dalam maupun luar negeri secara umum terdapat empat paradigma yang berkembang dalam Administrasi public[2] yaitu : Old Public Administration (OPA), New Publlic Administration (NPA), New Public Management (NPM), New Public Services (NPS).

Old Public Administration
             Paradigma administrasi public dimulai dengan Old Publik Administration atau administrasi publik lama[3]. Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara. Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu administrasi negara  Woodrow Wilson dengan karyanya  “The Study of Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of Scientific Management”.
Dalam bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berpendapat bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan meningkatkan profesionalisme manajemen administrasi negara. Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional dan non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi. Administrasi negara merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci, karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya politisi.
Ide-ide yang berkembang pada tahun 1900-an memperkuat paradigma dikotomi politik dan administrasi, seperti karya Frank Goodnow ”Politic and Administration”. Karya fenomenal lainnya adalah tulisan Frederick W.Taylor ”Principles of Scientific Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen ilmiah yang mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector swasta –Time and Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara terbaik untuk melaksanakan tugas tertentu. Manajemen ilmiah dimaksudkan untuk meningkatkan output dengan menemukan metode produksi yang paling cepat, efisien, dan paling tidak melelahkan.Jika ada cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas di sector industri, tentunya ada juga cara sama untuk organisasi public. Wilson berpendapat pada hakekatnya bidang administrasi adalah bidang bisnis, sehingga metode yang berhasil di dunia bisnis dapat juga diterapkan untuk manajemen sektor publik.
Termasuk dalam kelompok pelopor teori klasik adalah Frederik W. Taylor meskipun latar belakang pendidikan dan pekerjaannya adalah di bidang teknik, ia dikenal sebagai "bapak manajemen ilmiah". Pemikirannya yang cemerlang mampu mengembangkan suatu cara terbaik untuk metode kerja yang baru, menciptakan standar kerja, menemukan orang yang tepat untuk suatu jenis pekerjaan tertentu melalui proses seleksi dan menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja yang terbaik bagi pekerja. Pelopor teori klasik lainnya adalah Henry Fayol dan Gulick dan Urwick dengan konsep POSDCORB yang merupakan gambaran kegiatan utama dari para eksekutif di dalam organisasi yang meliputi planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting yang melahirkan beberapa konsekuensi terhadap teori administrasi, seperti dikotomi antara politik dan administrasi sebagai bagian yang sentral dari proses administrasi.
Menurut beberapa literature, Max Weber adalah tokoh administrasi negara klasik yang mengemukakan teorinya mengenai birokrasi, namun terdapat perbedaan pandangan dalam hal ini. Terdapat kritik terhadap konsep Max Weber, pertama dalam hubungan antara masyarakat dan negara, implementasi birokrasi ditandai dengan intensitas per-UU-an dan kompleksitas peraturan, kedua, struktur birokrasi dalam hubungannya dengan masyarakat seringkali dikritisi sebagai penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus menjadi penyebab jauhnya birokrasi dari rakyat. Peningkatan intensitas dianggap memiliki resiko dimana apada akhirnya akan menyebabkan intervensi negara yang akan menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat dan pada akhirnya menyebabkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal.[4]
Teori administrasi publik klasik berkembang dimulai pada abad 19 dikenal dengan istilah paradigma pertama [5] atau paradigma dikotomi Politik administrasi dari tahun 1900-1926. Paradigma ini mempermasalahkan mengenai dimana seharusnya administrasi negara itu berada, dengan tokohnya Frank J. Goodnow dan Lenand D. White yang mengatakan bahwa administrasi negara seharusnya berpusat pada birikrasi pemerintahan. Namun menimbulkan persolana diantara kalangan akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi. Dijelaskan bahwa administrasi negara merupakan sub bidang ilmu politik.
Administrasi negara mulai mendapat legitimasi akademis pada tahun 1920-an dengan adanya ulasan dari Leonald White dengan bukunya Introduction to the Study Public Administration yang antara lain berisi; politik seharusnya tidak mengganggu administrasi.
Pada tahun 1927-1937 muncul prinsip untuk paradigma kedua yang mengembangkan prinsip-prinsip administrasi negara, bahwa terdapat perkembangan baru dalam administrasi negara dan mencapai puncak reputasinya. Sekitar tahun 1930-an administrasi negara banyakmendapat masukan dari bidang lain seperti industrial dan pemerintahan. Bahwa administrasi negara dapat menempati semua tatanan kehidupan. Tokoh pemikiran pada periode ini antara lain Mary Parker Follet, Henry Fayol, Frederick W. Taylor (Principle of Scientific Management), Max Weber yang memfokuskan pada pengaruh manajemen terhadap administrasi negara.
Pada tahun 1937 merupakan puncak akhir paradigma kedua dengan tokoh Luther H. Gulick dan Lyndall Urwick dalam tulisannya Paper on the Science of Administration yang terkenal dengan konsep POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting).  POSDCORB adalah suatu istilah yang mencakup tanggung-jawab eksekutif atas suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penyusunan staf, koordinasi, pelaporan, dan penganggaran [6].
Pada tahun-tahun berikutnya merupakan tantangan bagi administrasi publik karena banyak konsep yang berusaha mengkritik konsep administrasi publik yang dianggap ortodoks (Suharyanto, Hadriyanus, 2005).
Dalam adminitrasi model klasik, tugas kunci dari pemerintahan adalah menyampaikan sejumlah pelayanan publik seperti membangun dengan lebih baik, sekolah, rumah, saluran pembuangan serta menyediakan kesejahteraan yang dapat diserahkan kepada aparat pemerintah dan politisi.  Administrasi publik menunjukkan dominasinya sebagai pemain utama, namun adanya sumber pembiayaan dari hasil pungutan pajak masyarakat menjadikan penyelenggaraan administrasi publik menjadi tidak efisien dan  menjadi salah satu kritik teori klasik administrasi publik.
Teori Neoklasik Administrasi Publik / New Public Administration
Setelah konsep POSDCORB, pada tahun 1938 terbit buku karangan Herbert Simon, Administrative Behavior yang berisi jika menginginkan administrasi negara bekerja dengan keharmonisan stimulasi intelektual. Tokoh lain adalah Fritz Morstein-Marx (Elements of Public Administration) yang menerangkan bahwa administrasi dan politik bisa dikotomi. Fritz menunjukkan adanya kesadaran baru mengenai administrasi yang ‘value free’ itu sebenarnya adalah value yang berat condongnya ke politik (Suharyanto, Hadriyanus, 2005).
Fase paradigma ketiga dikenal dengan teori-teori neoklasik dari administrasi negara maka yang menarik adalah pandangan Herbert Simon (1947) diatas tentang Konsep Rasionalitas Murni (Pure Rationality) dan Rasionalitas Terbatas (Bounded Rationality) pada proses pengambilan keputusan di dalam organisasi.
Selain itu, paradigma ketiga adalah penjelasan mengenai administrasi negara sebagai ilmu politik yang berkembang pada tahun 1950-1970. Fase ini berusaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik. Tahun 1962 administrasi negara bukan lagi dianggap sebagai bagian dari ilmu politik. Menurut Keban, Yeremias T. (2008)[7] muncul paradigma baru yang tetap menganggap administrasi publik sebagai ilmu politik dimana lokusnya adalah birokrasi pemerintahan. Pada akhirnya pada masa ini administrasi mengalami krisi identitas karena ilmu politik dianggap disiplin ilmu yang sangat dominan dalam administrasi publik.
Paradigma keempat pada periode 1956-1970 adalahmasa administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Prinsip manajemen dikembangkankembali secara ilmiah danmendalam seperti perilaku organisasi, analisis manajemen, penerapan teknologi modern.  Pada masa ini terdapat dua jenis administrasi negara yaitu pengembangan ilmu administrasi murni yang berdasarkan pengaruh psikologi sosial dan ilmu administrasi yang menjelaskan mengenai public policy.
Sejumlah pengembangan dimasa ini seperti tahun 1960, Keith M. Henderson berpendapat bahwa teori organisasi seharusnya menjadi fokus utama administrasi negara. Sehingga berkembang Organizational Develompent (OD) atau Pengembangan Organisasi secara pesat sebagai spesialiasi dari ilmu administrasi.
Paradigma kelima berkembang sejak 1970 yang menempatkan administrasi negara sebagai administrasi negara. Pengembangan administrasi negara tidak hanya ditujukan pada locus administrasi negara sebagai ilmumurni tetapi juga pengembangan teori organisasi. Perhatian pada teori organisasi terutama ditujukan pada bagaimana dan mengapa organisasi bekerja, perilaku individu dalam organisasi dan bagaimana keputusan diambil dalam organisasi. Dan kemudian berkembang pula ilmu kebijaksanaan (policy science), politik ekonomi, proses kebijakan pemerintah dan analisisnya dan cara pengukuran kebijakan. 
Setelah perkembangan paradigma seperti diuraikan diatas dikemukan oleh Nicholas Henry, pada tahun 1982 terdapat pendapat yang merinci beberapa aliran dalam administrasi publik yaitu aliran proses administrasi yang meliputi aliran empiris, pemgambilan keputusan, matematik dan aliran sistem administrasi holistic yang terdiri dari aliran perilaku manusia, aliran analisis birokrasi, aliran sistem sosial dan aliran integratif (Keban, Yeremias T, 2005).
Pada tahun 1992, terjadi pergeseran paradigm yang dikenal dengan post bureaucratic paradigm yang dikemukan oleh Barzelay tahun 1992 dan oleh Armajani tahun 1997, paradigma ini menekankan; hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan nilai, produk dan keterikatan terhadap norma, mengutamakan misi, pelayananan dan hasil akhir (outcome), menekankan pemberian hasil bagi masyarakat, membangun akuntabilitas dan memperkuat hubungan kerja, pemahamamn dan penerapan norma-norma, identifikasi dan pemecahan masalahs serta proses perbaikan yang berkesinambungan, memisahkan pelayanan dan control, memperluas peilihan pelanggan, mengukur dan menganalisis hasil dan memperkaya umpan balik (Keban, Yeremias T, 2005).

New Public Management
Adanya kritik mengenai teori-teori administrasi klasik dan neoklasik menyebabkan adanya pembaharuan dalam penyelenggaraan administrasi publik sehingga menyebabkan adanya perubahan dalam penyelenggaraan administrasi publik yang kemudian memunculkan konsep baru dikenal dengan New Public Management. Konsep ini pada awalnya ingin mengemukakan pandangan baru yang bisa mencerahkan konsep ilmu administrasi. Khusus konsep New Public Management biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis dan sektor privat. Inti dari konsep ini adalah untuk mentrasformasikan kinerja yang selama ini dipergunakan dalam sektor privat dan bisnis ke sektor publik. Slogan terkenal yag digunakan adalah mengatur dan mengendalikan pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur dan mengendalikan bisnis – run government like business. Lebih lanjut konsep ini meninjau kembali peran administrator publik, peran dan sifat dari profesi administrasi (Thoha, Miftah, 2005).
Selain kritik terhdap teori klasik, munculnya New Public Management (NPM)  juga dipicu dengan adanya krisis negara kesejahteraan di New Zeland, Australia, Inggris, Amerika yang kemudian didukung adanya promosi dari IMF, Bank Dunia dan serikat persemakmuran dan kelompok konsultan manajemen. Di negara-negara ini perkembangan yang terjadi di bidang ekonomi, sosial, politik dan lingkungan administrasi secara bersama mendorong terjadinya perubahan radikal dalam sistem manajemen dan administrasi publik. Perubahan yang diinginkan adalan peningkatan cara pengelolaan pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar yang lebih efisien, efektif (Kurniawan, Teguh).
Tema pokok NPM adalah menggunakan mekanisme pasar sebagai terminologi sektor publik dengan cara para pimpinan dituntut untuk; berinovasi untuk memperoleh hasil yang maksimal atau melakukan privatisasi terhadap fungsi pemerintah; pemimpin melakukan streering, membatasi terhadap pekerjaan atau fungsi mengendalikan, gaya pimpinan yang memberikan arah yang strategis; menitikberatkan pada mekanisme pasar dalam mengarahkan program publik; menghilangkan monopili pelayanan publik yang tidak efisien yang dilakukan oleh instansi dan pejabat pemerintah; dalam birokrasi publik diupayakan agar para pimpinan brokrasi meningkatkan produktivitas dan menenukan alternative cara pelayanan publik berdasarkan perspektif ekonomi; pimpinan didorong untuk memperbaiki dan mewujudkan akuntabilitas publik kepada pelanggan, meningkatkan kinerja, melakukan restrukturisasi lembaga birokrasi publik, merusmuskan kembali misi organisasi, melakukan streamlining pada proses dan prosedur birokrasi dan melakukan desentralisasi proses pengambilan kebijakan.  Hal Ini dimaksudkan untuk melakukan kompetisi dalam unit kerja pemerintahan baik secara internal maupun lintas sektor organisasi.
Dalam melakukan upaya perbaikan birokrasi, pada tahun 1992, David Osborne dan Ted Gaeblet menerbitkan buku Reinventing Government yang dilanjutkan dengan buku Banishing Bureaucracy pada tahun 1997. Reinventing Government merupakan salah satu aplikasi NPM yang pada hakikatnya adalah upaya untuk mentransformasikan jiwa dan kinerja wiraswasta (entrepreneurship) ke dalam birokrasi pemerintah. Jiwa entrepreneurship menekankan pada upaya peningkatan sumber daya baik ekonomi, sosial, budaya, politik yang dimiliki pemerintah untuk menjadi lebih produktif dan berproduksi tinggi. Kinerja ini kemudian dikenal dengan mewirausahakan birokrasi pemerintah yang menurut Osborne ada sepuluh prinsip yang harus dilakukan; pemerintah bersifat katalis, pemerintah milik masyarakat, pemerintah kompetitif, pemerintah berorientasi misi, pemerintah berorientasi pada hasil, pemerintah berorientasi pelanggan, pemerintah berwiraswasta, pemerintah partisipatif, pemerintah melakukan desentralisasi, pemerintah berorientasi pasar. Dengan melaksanakan kesepuluh prinsip ini pemerintah dapat meningkatkan kinerjanya.




New Public Service
Setelah konsep dari Denhardt dan Denhardt mengenai Old Public Administration (teori klasik dan neoklasik) dan New Public Management, maka konsep yang ketiga adalah New Public Service (NPS).
Secara umum alur pikir NPS menentang paradigma-paradigma sebelumnya (OPA dan NPM). Dasar teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori tentang demokrasi, dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi dan hak asasi warga negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik merupakan hasil dialog berbagai nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai seperti keadilan, transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan bahwa responsivitas (tanggung jawab) birokrasi lebih diarahkan kepada warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen (constituent) dan bukan pula pelanggan (customer). Pemerintah dituntut untuk memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang membayar pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, sebenarnya warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer yang perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka adalah pemilik (owner) pemerintah yang memberikan pelayanan tersebut.[8] Dalam pandangan New Public Service, administrator publik wajib melibatkan masyarakat (sejak proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi) dalam pemerintahan dan tugas-tugas pelayanan umum lainnya.Tujuannya adalah untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, sesuai dengan nilai-nilai dasar demokrasi, serta mencegah potensi terjadinya korupsi birokrasi.
Ada tujuh prinsip NPS (Denhardt & Denhardt, 2000,2003, 2007) yang berbeda dari NPM dan OPA yaitu :  Pertama; Peran utama dari pelayanan publik adalah membantu masyarakat mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang telah disepakati bersama, dari pada mencoba mengontrol atau mengendalikan masyakat kearah yang baru. Kedua, administrasi publik harus menciptakan gagasan kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut sebagai kepentingan publik. Ketiga, kebijakan dan program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan responsive melalui upaya-upaya kolektif dalam proses kolaboratif. Keempat, kepentingan publik lebih merupakan hasil suatu dialog tentang nilai-nilai yang disetujui bersama dari pada agregasi kepentingan pribadi para individu.Kelima, para pelayan publik harus memberi perhatian tidak semata pada pasar, tetapi juga aspek hukum dan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standard professional dan kepentingan warga masyarakat. Keenam, organisasi publik dan jaringan-jaringan yang terlibat akan lebih sukses dalam jangka panjang kalau mereka beroperasi  melalui proses kolaborasi dan melalui kepemimpinan yang menghargain semua orang, dan Ketujuh kepentingan publik lebih dikembangkan oleh pelayan-pelayan publik dan warga masyarakat, dari pada oleh manager wirausaha  yang bertindak seakan-akan uang milik mereka.
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
Aspek
Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
Teori politik
Teori ekonomi
Teori demokrasi
Konsep kepentingan publik
Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan diekspresikan dalam aturan hukum
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik adalah hasil dialog berbagai nilai
Responsivitas birokrasi publik
Clients dan constituent
Customer
Citizen’s
Peran pemerintah
Rowing
Steering
Serving
Akuntabilitas
Hierarki administratif dengan jenjang yang tegas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, standar profesional
Struktur organisasi
Birokratik yang ditandai dengan otoritas top-down
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator
Gaji dan keuntungan, proteksi
Semangat entrepreneur
Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat
Sumber: Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29).



Administrasi Publik Berorientasi pada Governance

Perkembangan administrasi publik dari dulu sampai sekarang terus mengalami perubahan seiring dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perubahan terutama terjadi pada pemyelenggaraan admininstrasi publik oleh pemerintahan, ketika tugas pemerintah makin meningkat dan kekuasasan pemerintah makin luas, maka penyelenggaraan administrasi publikpun ikut berubah dalam birokrasi pemerintah.
Administrasi publik sangat perhatian terhadap terwujudnya tata kepememerintahan yang baik dan amanah. Tata pemerintahan yang baik (good gonernance) diwujudkan dengan lahirnya tatanan kepemerintahan yang demokratis dan diselenggarakan secara baik, bersih, trasnparan dan berwibawa. Tata pemerintahan yang demokratis menekankan bahwa lokus dan focus kekuasaan tidak hanya berada di pemerintahan saja, melainkan beralih terpusat pada tangan rakyat. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik terletak pada konstelasi antara tiga komponen rakyat, pemerintah dan pengusaha yang berjalan secara kohesif, selaras, kongruen dan sebanding (Thoha, Miftah, 2005).
Dalam perkembangan keilmuan, administrasi senagai governance  menjadi sangat powerfull dalam menjelaskan masalah kontemporer. Administrasi publik tidak lagi dibatasi oleh birokrasi dan lembaga pemerintah tetapi mencakup semua bentuk organisasi, terutama dalam penyusunan kebijakan publik. Keterlibatan lembaga non pemerintah dalam implementasi kebijakan juga harus diakui. Dan ilmu administrasi sebagai governance menempatkan proses kebijakan sebagai pusat perhatian utama dan digunakan untuk mengkaji bagaimana kekuasaan adminitratif, politik dan ekonomi digunakan untuk merespon masalah dan kepentingan publik.
Sejauh ini pemahaman mengenai governance berbeda-beda, tergantung pemahamamn masing-masing. Terdapat beberapa dimensi penting dari governance; dari dimensi pertama adalah kelembagaan bahwa sistem administrasi melibatkan banyak pelaku. Sehingga konsep jejaring, kemitraan, koprovisi dan koproduksi menjadi bentuk pengaturan yang lazim digunakan dalam birokrasi. Dimensi kedua adalah nilai yang menjadi dasar kekuasaan dengan mewujudkan administrasi publik yang efisien dan efektive. Kemudian dikembangkan democratic governance dengan melibatkan partisipasi, kesetaraan, manajemen berbasis consensus, informalitas, dan kontrak sosial perlu diunakan lagi. Dimensi ketiga adalah dimensi proses, yang menjelaskan bagaimana berbagai unsur dan lembaga memberikan respon terhadap berbagai masalah publik[9]. Berikut adalah pola hubungan interaksi stake holder pemerintah, swasta, dan masyarakat.






 







Daftar Pustaka

Dwiyanto, Agus. 2006. Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: Dari Government ke Governance (Kumpulan Tulisan dalam buku Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik). Gama press. Yogyakarta.
Erwan Agus Purwanto.2005.“Pelayanan Publik Partisipatif ”, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Frederickson, H, G. 1997. The Spirit of Public Administration. Jossey-Bass Inc. California.
Kencana, Inu Syafiie dkk.1999. Ilmu Administrasi Publik.Rineka Cipta. Jakarta.
Keban,T. Yeremias. 2008.Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep,Reori dan Isu. Gava Media. Yogyakarta
Nicholas Henry.1995.Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition), Englewood Cliffs, New Jersey.
Osborne, D.,and Gabler, T. 1992. Reinventing Government. Reading, Mass. Addison-Wessley.
Suharyanto, Hadriyanus. 2005. Administrasi Publik: Entrepreneurship, Kemitraan, Dan Reinventing Government. Cetakan Pertama.Media Wacana. Yogyakarta.
Thoha, Miftah .2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
__________. 2002. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Utomo Warsito .2006. Administrasi Publik Baru Indonesia : perubahan padadigma dari administrasi Negara ke administrasi public. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.





[1] Walaupun ada teori yang tetap bertahan tidak termakan waktu tapi pasti ada suatu perubahan atau penyempurnaan. Terlebih ilmu sosial yang sangat dinamis.
[2] Baca Thoha. 2002. Dimensi-dimensi prima administrasi Negara edisi pertama cetakan ketujuh. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Halaman 25-40.
[3] Berkembang Tahun 1885/1887 – akhir 1980-an
Tokoh-tokohnya : Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, White, Gullick&Urwick, Marx.
[4] Teguh Kurniawan dalam http;//teguh-kurniawan.web.ugm.ac.id, diakses 2 Juni 2015
[5] Ibid. hal 18
[7] Keban, Yeremias T., 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori, dan Isu. Gava Media. Yogyakarta.
[8] Erwan Agus Purwanto, “Pelayanan Publik Partisipatif ”, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik, Editor: Agus Dwiyanto, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, halaman 187.
[9] Dwiyanto, Agus. 2006. Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: Dari Government ke Governance (Kumpulan Tulisan dalam buku Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik). Gama press. Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment